Isu tentang kebudayaan memang lagi hangat-hangatnya terdengar oleh kita belakangan ini. Tetapi menurut gw, alesan untuk bangga dan heboh akan kebudayaan itu disebabkan bukan dari jiwa yang tulus, tetapi karena kebudayaan kita yang mulai diakui sebagai budaya negara lain, contoh Malaysia. Negara tetangga kita yang katanya satu rumpun itu mengakui beberapa kebudayaan negara kita, seperti Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, alat musik Angklung, alat musik Gamelan, dan yang paling hangat tentu saja Tari Pendet dari Bali. Tari ini terdapat di dalam iklan televisi pariwisata Malaysia.
Sontak saja hal tersebut membuat bangsa Indonesia marah dan memuncak, berbagai macam cara dilakukan untuk ‘menyerang’ Malaysia. Salah satu contoh adalah penyerangan system website computer yang berbasis di Malaysia oleh para hacker dari Indonesia.
Akhirnya masyarakat Indonesia mulai memperhatikan dan membanggakan kebudayaannya.
Seperti yg gw bilang tadi, sayangnya ketika baru ada sesuatu baru deh kita bergerak.
Hingga pada akhirnya Batik pun diakui sebagai warisan budaya Indonesia pada tanggal 02 Oktober 2009. Serentak pada hari itu ‘seluruh’ warga Indonesia memakai baju Batik. Lagi-lagi, kenapa baru tanggal 02 Oktober 2009 kemarin kita semua memakai Batik berbarengan? Itu pun setelah dikukuhkan oleh UNESCO terlebih dahulu. Tapi dibalik itu semua, gw sempet terharu dan merinding ketika pada pagi harinya gw memutuskan untuk jalan-jalan naik motor, dan mengambil foto-foto orang-orang yang memakai Batik.
Hampir seluruh masyarakat Jogja memakai Batik pada hari itu. Dari mulai pegawai negeri, karyawan swasta, pengendara motor, anak sekolahan, mahasiswa, sekuriti, supir taksi, dan bahkan gw juga menemukan pedagang/ penjual bakso keliling yang memakai batik. Gw pun bertanya sama tukang bakso itu, apa yang menyebabkan dia memakai baju Batik. “Ya saya lihat tivi mas, katanya hari ini diharuskan memakai Batik, makanya saya pakai Batik…” jawabnya dan terlihat sangat bangga ketika gw foto.
Pokoknya pagi itu menjadi salah satu pagi yang terindah dan gak bisa gw lupain di Jogja. Gw rela nggak jadi ke dokter demi mengambil foto-foto mereka.
Merasa nggak mau kalah dengan semua kehebohan tentang Batik, pada hari itu seluruh karyawan di kafe diharuskan berseragam Batik. Belum berhenti sampai disitu, logo kafe juga gw ganti Batik. Lalu pada malam harinya ada pemberian diskon 13% bagi kostumer yang memakai seragam batik pada malam itu, yang dipublikasikan lewat Twitter dan Facebook. Hasilnya? Ciri khas warna hitam putih dari kafe pun seolah digantikan dengan corak Batik dari kostumer dan juga karyawan.
Finalnya adalah, pembuatan iklan cetak bulanan kafe di Vibe Magazine (majalah hiburan) yang bertemakan Indonesian Heritage. Di iklan tersebut terdapat beberapa kebudayaan Indonesia seperti Reog, tari Pendet, tari Saman, Koteka, Angklung, dan memiliki tagline “We are Proud of Indonesian Heritage”. Yup, gw bangga dengan segala macam warisan tersebut.
Namun, baru-baru ini kebanggaan gw terhadap budaya bangsa itu sedikit menurun. Temen gw ‘dipaksa’ memutuskan hubungannya dengan kekasihnya karena kebudayaan. Kekasih temen gw itu ternyata keturunan Raden Roro, dan dia anak pertama. Dan menurut budaya tersebut, temen gw nggak boleh berhubungan dengan kekasihnya itu.
Gw ibaratkan gini, kita disuruh menCINTAi berbagai macam KEBUDAYAAN di negeri ini, tapi terkadang kebudayaan itulah kita ‘DIPAKSA’ harus merelakan orang yang kita CINTAi. Sory tulisannya besar-besar, jujur gw sangat emosi di paragraf ini.
Nggak cuma temen gw itu aja, masih banyak contoh yang lain kok. Nggak boleh sama cewek Padang, nanti kita ‘dibeli’ dan diatur-atur. Nggak boleh sama cewek Sunda, katanya boros dan sedikit matre. Begitu juga dengan Manado, denger-denger suka berpesta. Lalu jika orang Tionghoa maka harus dengan Tionghoa, begitu juga dengan Arab. Maaf bagi yang disebutkan sukunya diatas, tapi gw yakin kalian semua sudah pada mendengar tentang ini. Sungguh ironi bukan?
Setelah gw cermati lagi, ternyata bukan kebudayaanlah yang salah. Namun orang-orangnya yang salah. Karena memukul rata dalam satu kebudayaan. Dan sialnya, yang dipukul rata adalah hal-hal yang negatif! Merekalah yang membuat negara ini tidak bersatu karena persepsi-persepsi tadi. Merekalah yang membuat negara ini terpecah karena beragamnya budaya. Merekalah yang tidak mengerti tentang perbedaan. Siapa mereka? Mungkin bisa gw istilahkan, manusia kolot yang tidak mengerti zaman.
Ada yang punya masalah seperti ini juga?? ANYONE??
Buat temen gw, sabar ya… ambil hikmahnya. Mungkin lo dikasih jalan sama Allah untuk terhindar dari calon mertua yang kolot, norak, sok ngerti budaya dan nggak GAUL.
Selasa, 13 Oktober 2009
Budaya atau Masyarakatnya yang Miris?
Diposting oleh
Argadi
di
02.58
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar